Selasa, 26 Februari 2013

Manusia sebagai makhluk berpikir


I.  PENDAHULUAN


A. Manusia Makhluk Berfikir

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini :
1.      Memiliki organ tubuh yang kompleks dan khusus, terutama otaknya.
2.      Mengadakan pertukaran zat, yakni adanya zat yang masuk dan keluar.
3.      Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar tubuhnya.
4.      Memiliki potensi berkembang biak.
5.      Tumbuh dan bergerak.
6.      Berinteraksi dengan lingkungannya.
7.      Mati  
            Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena manusia mempunyai akal budi dan kemauan yang kuat.  Dengan  akal budi dan kemauan yang kuat, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih dari makhluk lainnya.   Manusia  mempunyai ciri khas, ia selalu ingin tahu, dan setelah memperoleh pengetahuan tentang sesuatu , maka segera kepuasannya disusul lagi dengan  kecendrungan  untuk lebih ingin tahu lagi.
Sebagai makhluk berfikir, manusia dibekali hasrat selalu ingin tahu, tentang benda- benda yang ada dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disekelilingnya, termasuk ingin tahu tentang dirinya.  Adanya   dorongan rasa ingin tahun dan usaha untuk memahami dan memecahkan  berbagai masalah yang dihadapi, akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.  Keingintahuan yang makin meningkat menyebabkan pengetahuan dan daya fikirnya juga makin berkembang.   Akhinya tidak hanya terbatas pada obyek yang dapat diamati dengan pancaindera saja, tetapi masalah-masalah lain, misalnya berhubungan dengan penilaian hal-hal baik dan buruk, indak atau tidak indah.
Bila satu masalah dapat dipecahkan, timbul masalah lain menunggu pemecahannya.   Manusia bertanya terus setelah tahu ”apa”nya, lalu, “bagaimana”, dan “mengapa”.
Karena kemampuan manusia makin maju yang disertai dengan peralatan yang makin memadai, mereka terus mengembangkan pengetahuannya, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan  hidup, tapi juga lebih jauh untuk mengetahui yang “benar” dan yang  “salah”. Mereka terus berfikir sehingga akhirnya dapat menarik kesimpulan, karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk berfikir, merasa, bersikap dan bertindak. .




B. Proses Berfikir

            Proses berfikir adalah suatu refleksi yang teratur dan hati-hati.  Proses berfikir lahir dari suatu rasa sangsi akan sesuatu, dan keinginan untuk memperoleh suatu ketentuan, yang kemudian tumbuh menjadi suatu masalah yang khas.    Proses berfikir secara sistematis dapat melalui beberapa tahapan sebagaimana bagan di bawah ini  :

                       Masalah ---------------------------------------- Pemecahan  -------
                                                           
                                                            Penyelidikan melalui
                                                            data dan metoda
                                                            yang tepat

                       ----------------- Kesimpulan Tentatif  -----------------------------

Penyelidikan yang kritis terus menerus dilakukan
untuk mengadakan evaluasi secara terbuka

            Berfikir secara reflektif adalah proses berfikir yang dilakukan melalui langkah-langkah tertentu.  Bila manusia menghadapi persoalan rumit, maka manusia cendrung mencari pemecahan dengan berbagai cara.
            Menurut Dewey (1993) proses berfikir manusia normal pada dasarnya melalui urutan-urutan sebagai berikut :
  1. Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, mengenal sifat, atau dalam menerangkan hal-hal yang munul secara tiba-tiba.
  2. Rasa sulit yang timbul diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
  3. Timbul suatu kemungkinan pemecahan berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
  4. Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti.
  5. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan atau pecobaan-percobaan.

Berfikir  ---------------      daya imajinatif seseorang dalam merangkaikan rambu-rambu fikirannya ke dalam suatu pola tertentu yang timbul karena kejeniusan seseorang. 
Ciri pertama dari proses befikir adalah adanya unsur logis di dalamnya ;
-          tiap bentuk berfikir merupakan logikanya sendiri,
-          berfikir nalar berarti berfiki logis.

Ciri kedua dari proses befikir adalah adanya unsur analitis di dalamnya ;
-          berfikir logis ------------------     merupakan sifat analitis,
-          berfikir ilmiah-----------------    melakukan kegiatan analitis dalam
menggunakan logika secara ilmiah.
Berfikir Ilmiah --------     merupakan gabungan antara penalaran secara
                                       deduktif dan induktif.

Rasio  ---------------------  Merupakan sumber utama dari nalar atau
                                       sumber dari berfikir (rasionalisme).
Fakta  -------------------     Merupakan sumber utama dari kebenaran dalam
                                       berfikir, yang dapat ditangkap melalui pengalaman manusia (empirisme).
            Harus diakui bahwa perbedaan terbesar yang dimiliki manusia dibanding makhluk hidup lainnya adalah adanya kemampuan berfikir.  Sejarah peradaban menunjukkan betapa besar sumbangan pemikiran manusia sepanjang masa.  Sejak zaman Yunani kuno orang telah mementingkan kecerdasan otak ini, melalui  perhitungan-perhitungan pemikiran yang logis dan matematis, orang Yunani memerangi cara berfikir yang bersandar pada keajaiban dan otoritas belaka.  Akan tetapi pemikiran ini tidak dengan segera sampai pada arah yang disepakati, karena selama berbad-abad terjadi persoalan antara pembuktian melalu berfikir induktif  (cara berfikir dalam mengambil suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan sekumpulan pengetahuan yang besifat khusus/individual) dengan berfikir deduktif (cara berfikir dalam mengambil suatu kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan hal-hal yang sudah dianggap bena/bersifat umum) yang sering disebut Silogisme.
            Silogisme mengajarkan pada kita bagaimana mengatur jalan fikiran sehingga  kita  dapat mengetahui berlakunya suatu kesimpulan. Kita mula-mula diajarkan menempatkan pangkal-pangkal kebenaran umum atau premis-premis dalam susunan yang teratur, dan dari situ kita kemudian menarik kesimpulan.  ( Contoh yang terkenal :  Semua manusia harus mati, Si Badu adalah  manusia ; kesimpulan : Sebab itu Si Badi harus mati.  Ini merupakan cara berfikir yang deduktif.  Kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari premis-premis serupa ini akan benar sekiranya premis-premis itu merumuskan kebenaran.
Tetapi dari manakah dapat diketahui bahwa semua orang harus mati ?  Berapakan banyak orang yang harus mengalami melihat orang mati untuk dapat merumuskan  : Semua orang harus mati ? )
            Baik di dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia yang telah berabad-abad itu, maupun pembicaran sehari-hari yang terdengar disekitar kita, nampak banyak bukti-bukti yang menunjukkan kelemahan cara berfikir yang deduktif ini. Kebenaran-kebenaran premis tidak selalu dapat disandarkan atas kebenaran.  Logika semantik bahasa menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan symbol bahasa yang mengurangi kekuatan berfikir deduktif.  Oleh sebab itulah timbul berbagai reaksi, terutama dimulai sejak abad ketujuh belas, untuk berpikir kritis secara induktif.  Francis Bacon dan orang-orang yang sefaham dengan dia menentang Aristoteles yang menemukan cara berfikir deduktif  yang telah dipakai selama kira-kira dua ribu tahun lamanya.  Bacon menghendaki agar kita mencari kebenaran dengan jalan meneliti lebih dulu segala fakta yang diperoleh dari jenis pengalaman yang langsung.   Dari segala fakta inilah kita baru dapat menarik kesimpulan umum.  Dengan demikian dapatlah kita sampai pada kebenaran.
            Dari sejarah hidup Darwin diketahui bahwa teori evolusinya timbul sesudah ia berhasil memadukan kedua cara berfikir itu.  Jadi ada jugalah bukti disini bahwa cara-cara berfikir kritik atau berdasarkan pengalaman tidaklah sia-sia.   Hasil yang memuaskan sangat tergantung pada dua hal : kemampuan berfikir dan jenis-jenis pengalaman. Karena manusia mulai mencari jalan sebaik-baiknya untuk sampai pada tujuan.   Namun, berfikir serupa ini belum sama dengan mengadakan penelitian ilmiah.


C. Pencarian Kebenaran
Perjalanan manusia menuju kepada pengetahuan yang sempurna dan kebenaran yang tinggi  cukup pelik dan berliku-liku.  Sejarah peradaban manusia menunjukkan adanya usaha yang terus menerus dan tidak mengenal lelah.  Pendorong yang hebat kearah ini adalah suatu jenis kodrat manusia yang selalu mencari.  Pendorong ini ialah hasrat ingin tahun dan daya nalar yang dimiliki oleh setiap orang.   Hasrat dan daya inilah yang menyebabkan orang selalu bertanya-tanya di dalam hati apakah gerangan yang menyebabkan terjadinya kilat, mengapa terjadi gerhana, mengapa orang bisa demam, apa yang terdapat di bulan, bagaimana kuman berkembang biak, bagaimana terjadinya peristiwa belajar, air terjadi dari bahan apa, dan seribu satu macam pertanyaan  lainnya.  Hasrat ingin tahu ini kemudian disalurkan melalui penyelidikan-penyelidikan, dan melalui penyelidikan, maka apa yang dewasa ini dianggap soal yang biasa atau dianggap sudah semestinya, kemarin atau beberapa abad yang lalu masih merupakan rahasia yang banyak menimbulkan spekulasi.   Telah sangat banyak rahasia-rahasia alam yang menakjubkan yang diketahui oleh khasanah ilmu, dan menjadi hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Penyelidikan sebagai cara pemecahan yang dipakai di dalam ilmu pengetahuan, merupakan penyempunaan cara-cara yang lebih dulu dikenal manusia.  Hanyalah dengan mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman selama perjalanan sejarah, manusia akhirnya menemukan jalan yang lebih banyak memberi kepastian akan kebenaran hasilnya.   Dengan perpaduan pemikian dan pengalaman itu, memungkinkan manusia bergerak lebih jauh, luas dan lebih dalam.
Ternyata pemahaman manusia terhadap sesuatu selalu berkembang, mulai dari hanya  mengetahui (pembenaran sesuatu melalui pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra) kemudian  berkembang  lagi untuk mengetahui “mengapa “ terjadi sepert itu, selanjutnya lebih mendalam lagi  “bagaimana” proses terjadinya.
Sejarah mencatat bahwa perjalanan manusia dalam mencari dan menemukan kebenaran telah melalui tahapan yang panjang, yang berbeda-beda metoda dan hasilnya dalam tiap kurun waktu sejarah.   Beberapa jalan yang ditelah dilalui dalam menemukan kebenaran antara lain  :

1.      Melalui cara kebetulan.
Penemuan kebenaran secara kebetulan tidak lain adalah petunjuk dari Allah, sang maha pencipta alam semesta.  Sebagai contoh adalah  penemuan obat penyakit demam malaria yang secara kebetulan ditemukan oleh seorang pengembara yang sedang terserang demam yang hebat, dan secara tidak sengaja sampailah ditepi rawa.  Penderitaan dan dahaga  yang memuncak memaksa dia minum air rawa yang terasa sepat, pahit  dan berwarna lumpur kemerah-merahan.  Ternyata di dalam rawa ada sebatang pohon yang telah lama tumbang, terendam di dalam rawa dan tampak mulai jabuk/lapuk.  Si pengembara merasa heran karena demamnya berangsur sembuh, rupanya air rawa yang kotor tersebut telah menjadi sebab kesembuhannya dari penyakit panas-dingin. Berdasarkan pengalaman si Pengembara ini orang lalu mengambil kulit pohon tumbang tersebut sebagai obat penyakit panas dingin ( demam malaria).   Dewas ini dunia mengenalnya sebagai pohon kina, yang digunakan sebagai obat malaria.
Cukup banyak peristiwa-peristiwa peting yang merupakan penemuan-penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia yang semuanya diketahui secara kebetulan.  Sehingga tak dapat dikatakan bahwa “metode kebetulan” ini tidak bermanfaat.   Tetapi sebagai suatu cara, bukanlan  cara yang terbaik, karena cara ini tidak dipakai dalam cara kerja ilmiah.   Peristiwa yang kebetulan adalah sesuatu yang tidak pasti, dan tidak dapat diperhitungkan secara berencana, lagi pula tidak selalu yang kebetulan memberi gambaran kebenaran.

2.      Melalui cara coba-coba
       Pada cara coba-coba atau dalam istilah lain sering disebut “trial and error” terdapat  sikap untung-untungan, tetapi dila dibandingkan dengan cara pertama, “trial and error” ada kelebihannya.  Dalam hal  ini seseorang cenderung berusaha aktif mencoba dan mencoba lagi, bila yang pertama gagal mungkin yang berikutnya akan berhasil dengan melakukan perbaikan-perbaikan dan  seterusnya.
Cara pemecahan masalah melalui coba-coba atau trial and error ini biasanya membutuhkan waktu yang lama, terlalu meraba-raba, tidak pasti dan tanpa pengertian yang jelas.   Lagi pula tidak ada jaminan bahwa usaha yang dilakukan itu  akan membawa pada penyelesaian yang selayaknya.  Oleh karena itu pencarian kebenaran melalui cara ini dipandang tidak ilmiah.


3.      Melalui otoritas atau kewibawaan
Kebenaran ada kalanya diterima karena dipengaruhi oleh kewibawaan seseorang atau suatu institusi. Pendapat yang dikeluarkan oleh institusi atau orang tertentu yang mempunyai kewibawaan seringkali menyebabkan orang tidak lagi berusaha menari jalan lain untuk menguji kebenaran pendapat tersebut.
Di dalam pergaulan hidup sehari-hari hal-hal seperti ini sering terjadi, misalnya di dalam rapat, seminar, diskusi, loka karya, pembicaraan ilmiah dan sebagainya.sering-sering diterima tanpa disadari.  Memang sampai pada batasan-batasan tertentu penegasan pendapat yang berwibawa banyak menunjukkan kebenaran, malahan justru karena itulah sebagian orang-orang tertentu dipandang  memiliki kewibawaan pada bidang-bidang tertentu pula.   Ada pendapat yang dikeluarkan oleh orang-orang pandai tanpa didasarkan pada penyelidikan.   Tetapi karena ia dianggap ahli, maka pendapat ini segera tersebar dan tumbuh subur yang akhirnya menjadi pendapat umum, walaupun kebenarannya belum lagi teruji.  Dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu alam hal ini pernah terjadi, misalnya pendapat mengenai bentuk bumi, peredaran tata surya dan sebagainya.
Kebenaran kesimpulan suatu penyelidikan belum tentu dapat belaku sepanjang masa atau lapangan yang lebih luas, karena banyak faktor atau variabel yang dapat merubah keadaan, yang kemudian mengurangi atau meniadakan validitas kesimpulan tersebut.
Satu hal yang perlu diingat, siapakah yang dapat dipandang berwibawa, dan apakah kriteria kewibawaan?

4.      Melalui cara spekulasi
Pencarian kebenaran dengan cara ini ada persamaannya dengan cara coba-coba atau trial and error.  Mungkin dapat juga dikatakan bahwa spekulasi adalah metode coba-coba yang lebih teratur dan sistematik, sehingga derajatnya bisa lebih tinggi dari cara trial and error.
Bila seseorang menghadapi suatu masalah, mungking sekali ia tidak segara mencoba mengadakan suatu usaha dengan cara membabi buta.  Mungkin sekali ia menetapkan suatu cara pemecahan saja, yang walaupun tidak diyakini cara itu betul-betul efektif, dilaksanakan saja dengan harapan  mudah-mudahan cara ini berhasil.   Ia berspekulasi atas suatu kemungkinan yang dipilihnya dari beberapa kemungkinan lain.  Pada saat memilih atau menetapkan suatu jalan, ia hanya dibimbing oleh beberapa pertimbangan yang tidak begitu masak.  Ia hanya mangira-ngira  mana gerangan yang sebaik-baiknya, dan dasar inilah yang merupakan pertimbangannya untuk bertindak.
Seseorang yang mempunyai pandangan yang “tajam” kadang-kadang dapat juga membuktikan adanya kebenaran yang dicapai melalui spekulasi.   Akan tetapi sebagaimana juga halnya dengan cara-cara yang terdahulu dibicarakan, spekulasi tidak memberi tata aturan dan kepastian di dalam cara kerja.  Sehingga cara ini juga tidak dapat dijadikan rujukan untuk memperoleh kebenaran ilmiah.
5.      Melalui proses berfikir kritis dan berdasarkan pengalaman.
Kemampuan berfikir merupakan karunia yang sangat besar dari Allah bagi ummat manusia, karena hal inilah yang membedakan kita dengan kelompok makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.   Sejarah peradaban manusia telah mencatat betapa besar sumbangan pemikiran manusia sepanjang masa.   Sejak zaman Yunani kuno orang telah mementingkan kecerdasan otak, bahkan mungkin jauh sebelumnya sesuai dengan perkembangan kecerdasan manusia.  
Melalui perhitungan-perhitungan pemikiran yang logis dan matematis, orang Yunani memerangi cara-cara berfikir yang bersandar pada keajaiban dan otoritas semata-semata.  Walaupun cara berfikir seperti ini tidak serta merta dapat diterima, karena selama berabad-abad terjadi persoalan antara pembuktian melalui cara berfikir induktif dan deduktif.
Dalam catatan sejarah dan dalam pembicaraan sehari-hari, nampak banyak bukti-bukti yang menunjukkan kelemahan  cara berfikir deduktif ini.  Oleh sebab itulah timbul berbagai reaksi,  terutama sejak abad ke tujuh belas orang mulai berfikir kritis secara induktif.  Cara berfikir ini dipelopori oleh Francis Bacon, dan bersama orang-orang yang sefaham dengannya menentang cara berfikir deduktif  yang dipelopori oleh Aristoteles.  Cara berfikir induktif mengajarkan bahwa kebenaran harus dicari dengan jalan meneliti lebih dulu segala fakta yang diperoleh dari pengalaman langsung.   Kemudian dari fakta inilah kita baru dapat menarik kesimpulan umum, untuk sampai pada kebenaran. 

6.      Malalui akal sehat
Akal sehat dapat menghasilkan kebenaran  dan dapat pula menyesatkan.  Misalnya dimasa lalu dengan akal sehat orang percaya bahwa hukuman untuk anak didik merupakan alat utama dalam pendidikan.   Kemudian ternyata bahwa pendapat tersebut tidak benar.   Hasil penelitian dalam bidang psikologi dan pendidikan menunjukkan bahwa alat yang baik bagi pendidikan bukan hukuman tapi ganjaran.
Kebenaran yang diperoleh dengan akal sehat sangat dipengaruhi oleh kepentingan yang meggunakannya.  Karena itu kebenaran yang peroleh sangat mudah berubah sesuai kebutuhan atau kepentingan saat itu.

7.      Melalui kebenaran wahyu
Kebenaran yang didasarkan kepada wahyu merupakan kebenaran mutlak, karena wahyu merupakan kebenaran yang datang dari Allah melalui Rasul dan Nabi.   Kebenaran yang diterima dari wahyu bukanlah merupakan hasil usaha penalaran manusia secara aktif.   Wahyu diturunkan dari Allah kepada Rasul dan Nabi, karena itu wahyu merupakan kebenaran yang asasi.

8.      Melalui Intuisi
Kebenaran dapat juga diperoleh mealui intuisi.   Kebenaran yang diperoleh secara tiba-tiba melalui proses luar sadar, tanpa menggunakan proses penalaran dan berfikir ataupun melalui perenungan.  Kebenaran yang diperoleh melalui intuisi sukar dipercaya, karena kebenaran ini tidak diperoleh melalui langkah-langkah yang sistematis.  Sehingga tidak jelas asal usulnya, dan setiap orang mungkin akan berpendapat yang berbeda terhadap hal-hal tertentu.

9.      Melalui penyelidikan.
Penyelidikan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai tahap setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang nampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah.   Sebab akibat bukan merupakan sesuatu yang gaib, bukan suatu permainan kira-kira, bukan pula suatu yang diterima karena otoritas.   Dengan sikap yang berbeda ini, manusia telah berhasil menerangkan berbagai gejala yang menampak dan menunjukkan pada kita sebab-musabab yang sebenarnya dari satu atau serentetan akibat.
Sejalan dengan sikap itu, maka metode penyelidikan hanya akan menarik dan membenarkan suatu kesimpulan apabila telah dibarengi dengan bukti-bukti yang meyakinkan, bukti-bukti mana dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik, jelas dan terkontrol.  
Kebenaran yang diperoleh dengan cara tersebut di atas disebut juga dengan kebenaran ilmu atau kebenaran yang didukung dengan sikap ilmiah. 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu adalah suatu pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan mana diperoleh melalui tata urutan tertentu yang tersusun secara sistematis seperti berikut ini ; (1) perumusan masalah dan tujuannya, (2) perumusan hipotesa, (3) penetapan metoda kerja, (4) pengumpulan data, (5) pengolahan data dan (6) analisis data serta (7) kesimpulan.
Pada dasarnya ilmu lahir karena manusia dibekali oleh Tuhan suatu sifat ingin tahu.   Sifat keingintahuan seseorang terhadap masalah disekelilingnya dapat menjurus pada keingintahuan ilmiah.
Ilmu bukan saja merupakan suatu himpunan pengetahuan yang sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi.   Ilmu telah memberikan metoda dan sistim, yang mana tanpa ilmu semua itu akan merupakan suatu kebutuhan saja.  
Nilai dari ilmu tidak saja terletak dalam pengetahuan yang dikandungnya sehingga sipenuntut ilmu menjadi seorang yang ilmiah, baik dengan keterampilan, dalam pandangan maupun tindak-tanduknya, tetapi ilmu juga merupakan materi alamiah yang memberikan  suatu rasionalisasi sebagai hukum alam/sunnatullah.   Ilmu membentuk kebiasaan serta meningkatkan ketrampilan observasi, percobaan (eksperimentasi), klasifikasi, analisa serta membuat generalisasi.  Kebenaran Ilmu merupakan buah dari keingintahuan yang terbentuk melalui proses seperti di bawah ini :

          Keingintahuan    ----      Proses Berfikir    ----    Penelitian ---     Ilmu ---  Kebenaran ilmu

Sifat-sifat kebenaran ilmu :
a. Koheren                   :  Bersifat konsisiten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar
b. Koresponden           :  Suatu penyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan atau mempunyai korespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan terseut.
c. Pragmatis                 :  Suatu pernyataan dipercaya benar karena pernyataan tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis (sehari-hari).
d. Alamiah                   :  Dapat ditangkap pancaindera           

Berdasarkan uraian diatas maka, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan asalnya atau sumbernya maka kebenaran yang diperoleh manusia dapat bersumber dari :
a.       Pancaindera
b.      Wahyu
c.       Perenungan dan
d.      Penyelidikan atau penelitian
Sehingga bila dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok besar, yaitu yang bersumber dari Pancaindra, Wahyu dan Perenungan lazim disebut pengetahuan (kebenaran non ilmiah) dan yang bersumber dari Penyelidikan dan penelitian disebut ilmu (kebenaran ilmiah).









Sumber: pertanian.untag-smd.ac.id/wp-content/.../Bab_1_Pendahuluan.doc


Tidak ada komentar:

Posting Komentar